Eh tau ga si, dulu ya waktu aku SMA kelas 1
mungkin ya pokoknya dulu, suaminya kakak ku yang ke dua, yang dulu masi jadi
calon, pernah berkunjung ke rumah ku. Waktu duduk di ruang tamu, dia tu selalu
ngintipin jendela di sebelah utara rumah q. Dia nengok in rumah kosong yang
udah dari tahun 1995 ga di huni. Dan tentu saja rumah itu kosong hampir rubuh
dan banyak sarang laba laba. Pokoknya kalo malem . . . . . pokoknya kayak rumah
kosong yang udah dari tahun 1995 ga di huni. Dan tentu saja rumah itu kosong
hampir rubuh dan banyak sarang laba laba. *absurd ga si
Di antara rumah ku, yang lebih tinggi
ondasinya 1 meter an lebih dari rumah itu, ada jalan kecil ke kebun yang rimbun
dan banyak bambunya. Dulu waktu aku SD masi banyak anak SMK yang lewat gang itu
buat jalan pintas ke sekolah, namun sejak kematian anak dari pemilik rumah itu,
gang kecil itu di tutup. Jadi rumah itu benar benar ga di sentuh sejak ummm
lupa. Pokoknya debunya sampe bisa buat istana pasir.
Nah di bagian tembok yang menghadap rumah
q, di belakang rumah tua itu, sebuah pintu masuk dari gang kecil ke rumah itu,
dan ada dua jendela kamar. Jendela kamar yang bersebelahan dengan pintu itu
sejajar ama jendela kamarku. So aku pasti bisa lihat pintu itu dan jendela itu
kan.
Kamar yang memiliki jendela itu adalah
kamar dari teman kecilku, yang seusia denganku, dia meninggal waktu aku kelas
tiga SD. Karena . . aku sendiri kurang
tau karena walaupun dia sahabat deketku waktu itu, namun dia sudah lama di
rawat di rumah sakit dan sakitnya ga di ketahui apa. Yang terungkap kalo itu
adalah kanker otak.
Gadis kecil itu bernama jessie, aku selalu
menyebutnya eci. Gadis kecil itu berparas cantik. Keturunan cina. Terdapat
lesung pipit di kedua pipinya. Berambut hitam, lebat, panjang dan bergelombang
dan berponi. Matanya besar dan bercahaya
Pada awal kenaikan kelas tiga kala itu. Tiba
tiba Eci sakit, aku mengira dia terkena typus seperti biasa. Memang dia selalu
terkena typus jadi yah sudah biasanya seperti itu. Namun keanehan terjadi,
waktu aku menjenguknya, dia harus rawat inap di RS di surabaya. Padahal biasanya
tak usah sampe rawat inap.
Keanehan terus terjadi, biasanya satu bulan
dia pasti sudah kembali di kelas, namun ini mencapai dua bulan. Aku sangat
kehilangan temanku itu.
Beberapa waktu kemudian, dia dinyatakan
dapat bersekolah kembali. Dia yang sudah mulai ceria kemudian memberiku kejutan
dengan membeli rumah di sebelah rumahku. Aku yang teringat janji kami, kami
akan mempunyai rumah bersebelahan, sampai nanti sudah menikah dan punya anak,
kami akan saling bertetangga.
Aku pun dengan riang pergi ke sebelah rumah
ku. Dan membantunya membereskan kamarnya yang tentu saja di seberang kamarku. Kami
pun menyusun berbagai rencana untuk saling bercakap cakap di malam hari dari
kamar masing masing hanya dengan berjengkrama di jendela.
Setelah pengerjaan kamanya beres, aku di
terpa kabar tidak menyenangkan lagi, Eci di larikan ke rumah sakit setelah tiba
tiba wajahnya pucat dan tak sadarkan diri Dia pun koma selama beberapa bulan. Aku
kembali merindukan sosoknya yang selalu menemaniku.
Akhirnya ramadhan pun hampir tiba, aku
mendengar kabar bahwa Eci sudah di pulangkan. Aku turut senang akhirnya dia
dapat kembali denganku bermain bersama. Namun dia tak kunjung kembali ke bangku
sekolah. Dari apa yang aku dengar, dia mengalami amnesia akibat obat obatan
yang di berikan dokter untuk menyambung hidupnya.
Ayah, ibu, kakek, nenek, semua orang yang
ada di dekatnya, tidak dia kenali. Bahkan jika ada orang yang berusaha
mendekatinya, dia tidak segan untuk mencakar, dan menggigit orang itu. Dokter Eci waktu itu mengatakan bahwa pihaknya
angkat tangan dengan penyakit Eci. Mereka masih mencari jalan agar Eci bisa
kembali sehat.
Mama dan papanya tentu terpukul. Mereka ber
dua yang notabene adalah orang tua kandung pun tidak di kenali. Sampai orang
tua Eci harus mencarikan orang tua baru demi kenyamanan buah hatinya itu.
Namun tetap saja semua orang di tolak oleh
Eci, bahkan sampai ada korban, telinga seseorang di gigit leh Eci sampai
berdarah. Aku pun turut sedih mendengar kabar itu. Namun, lambat laun Eci
sedikit tenang, dia mau di gendong oleh mamanya, walau itu pun adalah kejadian
yang sangat jarang.
Ramadhan kala itu, aku hendak tarawih
dengan kakaku. Namun, kakak mengajak ku untuk datang lebih awal ke surau. Ternyata
aku di ajak oleh kakak untuk menjenguk Eci. Aku takut dengannya. Dengan semua
kabar yang datang darinya.
Aku melihatnya di gendong mamanya. Dengan tangan
terikat, dan rambut yang awut awutan. Ternyata tangannya yang terikat adalah
untuk menjaga dirinya sendiri dari cakaran tangannya. Astaga dia pun melukai
dirinya sendiri. Memang terlihat beberapa goresan di tubuhnya.
Saat aku mencoba memanggil dia, dia menoleh
padaku. Dia tercenung melihatku. Dan. . . dia memanggil namaku “Denna”.
Semua orang kala itu kaget dan terhenyak. Tentu
saja, karena dia tidak mengenal siapapun apalagi mamanya, namun dia masi ingat
denganku. Dia pun berusaha turun dari gendongan mamanya. Dia berusaha
melepaskan ikatan yang ada di tangannya. Dia berusaha meraihku.
Orang orang di sekitar situ tentu saja khawatir,
jangan jangan aku akan di gigit atau di cakar, semua sudah waspada. Namun yang
terjadi berikutnya membuat mama Eci menangis. Eci memelukku dan mengatakan
sesuatu yangtidak akan aku lupakan. “Denna, aku kangen ama kamu”.
Dan adegan aku dan dia bermain seperti
biasanya berjalan. Hal itu sampai larut malam. Ibu ku memperbolehkan aku
menginap di rumah dia. Eci memelukku dan menyelimuti ku dengan selimut
kesayangannya. Kami tidur bersama kala itu.
Keesokannya aku pulang. Namun, sianknya aku
kaget. Aku yang beraksud akan bermain kembali dengan Eci tidak mendapati dia di
rumahnya. Dia di larkan lagi ke rumah sakit. Dia pingsan. Astaga
Itu adalah kenangan terakhir ku dengan dia.
Krena tak lama kemudian aku mendengar kabar bahwa Eci meninggal dunia saat akan
di operasi. Aku syok dan menangis. Aku sampai tidak masuk sekolah selama
beberapa hari. Dan aku terserang sakit akibat syok itu.
Kembali ke rumah tua itu. Kala itu suami
kakakku, yang masi menjadi calon kala itu, berkata, di depan pintu itu ada
seorang gadis kecil usia SD berambut panjang berombak duduk memandang kamarku
dan dari gerak bibirnya anak kecil itu berucap “den main yuk”. Anak itu
terlihat sangat berharap aku mau bermain dengan dia. Dia selalu duduk disitu dan
memandang jendela kamarku.
Dari uraian suami kakakku, berarti ada
seseorang anak kecil yang memang ingin berada di dekatku. Kemudian di tambah
pula dengan ke saksian temanku yang juga bisa melihat sesuatu itu. Dia bilang
kalau ada anak kecil yang ingin mengikutiku kemanapun. Anak kecil itu bahkan
akan selalu hmmm istilahnya menyeleksi teman yang akan berteman denganku.
Waduh.
Ini nih, barusan aku cerita ama temenku
yang rada errrr itu. Eh belom belom dia udah bilang aku ga mau deket ama
kamuuuu. Bagh. Sadis nih anak. Ga bantu malah menjerumuskan aku. zzzzzzz.
Ya dari kesimpulanku si, kalo memang benar
adanya anak itu. Mungkin dia yang membuat auraku, eilah aura, terlihat seperti
anak kecil yang . . . . gitulah. Ga tega
ama diri sendiri. Ada sih beberapa cerita aku ga jadi kecelakaan gara gara
kayaknya ada orang yang nepuk pundak, sampe narik aku supaya ga keserempet.
Ya siapa yang tau akan semua itu. Toh Tuhan
menciptakan makhluk yang kasat mata pula. Soal bener ganya anak kecil itu aku
berlindung aja ama Tuhan.
Yang aku yakin sih. Eci pasti sudah ada di
sana ama Tuhan. Miss you Eci. Aku ga pinter buat ngarang kata bagus. Intinya,
aku akan selalu mengenangmu. Kamu ada di sini. Di hatiku dengan semua kenangan
kita.
NB : mama Eci gak mau ngelepas rumah itu, dan membiarkan rumah itu tetap seperti saat aku dan Eci membantu merapikan rumah itu. Walau ada orang yang mau membeli rumah itu dua kali lipat dari harga normal. Mamanya tidak menjual rumah itu.
NB : mama Eci gak mau ngelepas rumah itu, dan membiarkan rumah itu tetap seperti saat aku dan Eci membantu merapikan rumah itu. Walau ada orang yang mau membeli rumah itu dua kali lipat dari harga normal. Mamanya tidak menjual rumah itu.
0 komentar:
Posting Komentar