Ini
sebenernya adalah curhat dari seseorang. Aku kutip sedikit, dan makasih buat
anda yang telah mengizinkan ku untuk mengutip.
“sebenernya
aku gak bakat menulis kesedihanku, apalagi jadiin inspirasi buat ngeblog. aku
lebih suka menertawakannya, menertawakan kesgelisahanku, kesedihanku,
ketakutanku.
Kalo kamu
liat aku gak peduli dan angkuh, kamu salah besar. Aku sangat peduli, sangat
ingin tahu, tapi Tuhan kasih aku bakat yang paling berguna : bakat akting.
menyembunyikan sesuatu,
aku
mungkin orang yang paling jago dalam hal itu. apalagi dihadapanmu. Orang yang
aku sayang sepenuh hati, tapi aku selalu lebih memilih berbagi kebahagiaan
bersamamu. Selalu.
ini
masalah yang paling sering kita bahas, dulu, baru2 ini sebelum kamu pulang, dan
alasan kuatku untuk selalu galau. haha, mungkin kedengeran agak kekanakan. tapi
aku memang mengalaminya. rasa takut, sangat.
aku tahu,
sebenarnya aku yang terlalu baik dan terlalu mencoba mengerti posisinya. iya,
sebut saja dia yang selalu mencoba diantara kita, padahal jelas2 itu hanya
ilusinya. tapi ngebales dia juga gak ada gunanya kan? untuk apa? berulang kali
kamu bilang kamu udah gak ada apa2 sama dia, tapi dia gak pernah mau mengerti.
dan selalu berharap kamu kembali.
then stop
crying when i know all those thing about her just something ever happened in
your past. i wrote this:
Aku
membiarkan dia mencintaimu. Merelakan dia menaruh hati padamu. Kata mereka aku
harus berhati-hati, tapi aku tak peduli. Aku perempuan, dia pun. Kami
mencintaimu dengan kadar yang berbeda, juga memperlakukanmu dengan cara yang
tak sama. Aku tak ingin terlalu mengambil hati, karena aku tak ingin menyakiti
diriku, juga menyakitimu. Sudah benarkah caraku? Melewatkannya terang-terangan
mencintaimu, tak acuh melihatnya merindukanmu. Aku terlalu tak sampai hati
membalas perlakuannya, karena yang aku tahu dia hanya mencintaimu,
merindukanmu, mungkin dengan cara yang tak biasa, tapi aku tak pernah berkata
bawa itu salah. Aku berusaha mengerti, menghargai perasaannya. Seperti yang
pernah ku-utarakan kepadamu. Masih ingat kan? Di sela gerimis kita bicara dalam
diam, saling pandang. Kau menungguku bicara, sambil menahan ego-mu untuk tak
meneteskan air mata. Aku tidak marah, padanya maupun padamu. Bagiku terlalu
dangkal untukku mempermasalahkan dia. Yang kuingat jelas saat itu kau berkata,
lirih, seolah menyamarkan air matamu. Kau bilang jangan pergi. Aku pun tak
pernah berniat meninggalkanmu, aku hanya ingin kau tahu bahwa ada yang lebih
mencintaimu daripadaku, ya.. itu terlihat dari sudut pandangku. Tak mengapa
sayang, aku mengerti. Dia pernah memilikimu di masa lalu, sementara kau
membiarkanku memilikimu sekarang dan selamanya.”
Aku
tertegun membaca itu. Mengapa? Mungkin andai kakak tau, bagaimana rasa ku
terhadap “abang”, mungkin kakak akan menulis seperti yang telah aku kutip. Aku sedikit
banyak mengerti bagaimana perasaan dia terhadap dia yang telah kau miliki.
Bagi seseorang
yang telah aku kutip :
Aku tak
menyalahkanmu dengan rasa kawatir, cemas, dan curiga itu. Aku pasti juga tidak
mau seseorang yang telah aku sayang, dan telah berjanji untuk saling menjaga di
ikuti oleh seseorang. Seseorang itu pernah mengisi dalam dirinya, seseorang itu
pernah menghabiskan waktu dengannya. Seseorang itu telah dengan degenap jiwa
mencintainya. Dan dia yang kau sayang pernah melakukan hal yang sama terhadap
orang tersebut.
Aku tak
memarahimu karena kau merasa cemburu. Kau cemburu pada seseorang yang begitu
mencintainya yang telah kau miliki. Kau cemburu karena seseorang itu tak juga
berhenti mengikuti kemana saja dia pergi.
Kau pasti
menanamkan pada dirimu sendiri, bahwa kau harus percaya kepadanya. Percaya bahwa
seseorang itu sudah tak memiliki arti lagi di hidupnya. Namun kau terus ragu
dan gundah.
Aku tak
dapat mencaci atau apa kepadamu. Jujur dengan apa yang telah kau tulis, aku
merasa, jika kakak tau mengenai apa yang aku rasakan pada abang, apakah seperti
itu? Aku hanya dapat berkata di posisi seseorang itu. Namun itu adalah rasaku
walau sama tapi berbeda. Tak bermaksud membuatmu ragu wahai seseorang yang
telah aku kutip.
Kalau kau
gundah, katakan padanya, ungkapkan kepada yang telah kau miliki itu. Apa yang
membuatmu resah. Mungkin kau telah berkata pada dia. Telah mengungkapkannya. Namun
aku hanya seseorang yang dapat melihat dan mendengar apa yang kau rasa. Aku tak
dapat memberikanmu sebuah solusi atau menenangkanmu.
Jawaban hanya
pada hatimu, dan pada seseorang yang telah menjadi milikmu. Hanya dia yang
dapat menenangkanmu. Cobalah untuk mengungkapkan apa yang kau rasa. Walaupun kau
mungkin tak mau membagi sedihmu, tapi apakah kau rela untuk terus terusan
seperti itu?
0 komentar:
Posting Komentar